Senin, 14 Maret 2011

Silent - What is Family ?

-Celotehanku - Oleh : Ivonne

Cinta, kehangatan, dukungan.. kata itu yang sering aku dengar tentang keluarga. Hanya saja, aku tidak pernah merasakan bahwa hal itu memang ada

Papa, satu kata yang sudah sangat lama tidak aku ucapkan kepada siapapun. Tidak ada sosok papa dalam hidupku. Ya, dia sudah berada di surga sejak aku berumur 9 tahun, namun kenyataannya aku sudah berpisah dengannya sejak usia 3 tahun karena orangtuaku memutuskan untuk bercerai dan aku harus tinggal dengan nenek-kakekku juga mamaku.  

Saat kecil, hal yang dapat aku ingat tentang orangtuaku adalah saat-saat dimana mereka bertengkar. Aku dapat mengingat bahwa setiap mereka sudah memulai pertengkaran, mereka selalu mengeluarkan kata-kata andalan “Sayang, sebaiknya kamu main dulu keluar rumah bersama teman yang lain”, hanya saja aku lupa respon apa yang kuberikan pada saat itu. Yang aku ingat hanyalah aku sedang duduk di jendela kayu rumah kontrakan milik papaku sambil mendengar mereka saling memaki entah karena apa. Dan di hari berikutnya aku mendapati kakek-nenekku telah menunggu di kantor papaku untuk menjemputku pulang ke rumah mereka.  Aku sungguh tidak mengerti dengan keadaan yang sebenarnya sedang terjadi, yang aku tahu keesokan harinya aku tinggal bersama mamaku di rumah kakek dan nenekku tanpa ada papa di sana.

Saat itu, aku tidak merasakan kekurangan kebahagiaan karena aku tahu nenekku sangat mencintaiku dan dialah yang selalu merawatku di saat mamaku harus bekerja. Aku selalu ingat di saat nenek mencariku sambil membawa sepiring sup ayam untuk menyuapiku saat aku bermain di rumah tetangga. Sedari kecil, saat aku menangis aku selalu mengancam ingin kabur dengan meminta diambilkan koper dan aku sangat ingat bahwa dia hanya tersenyum sambil mencoba menenangkanku. Dia yang selalu merawat rambut panjangku dengan sabar dan mengikat rambutku menjadi seperti ekor kuda atau membuatnya seperti air mancur dengan dua ikatan. Dia nenek yang selalu khawatir saat aku belum sampai rumah saat jam sekolah telah usai. Bahkan dia selalu membawaku ikut dengannya kemanapun dia pergi, arisan misalnya atau jalan-jalan pagi.
***
Ngomong-ngomong tentang jalan-jalan pagi, ada cerita tentang itu yang teringat di pikiranku sekarang. Saat aku berusia 4 tahun, aku teringat bahwa aku punya nenek terhebat jika aku boleh mengenangnya saat ini. Aku bertanya kepadanya “nek, kenapa kita harus jalan-jalan sepagi ini? “ , nenek hanya tersenyum sambil berkata : ”ayo gerakkan dan ayunkan tanganmu seperti ini, kita akan jalan-jalan pagi supaya sehat “. Aku tak banyak bertanya lagi karena aku merasa percaya bahwa aku aman saat berada di dekatnya. Setelah hampir sampai pada pertigaan lampu merah di jalan raya yang masih sepi di pagi itu, kami berhenti. Akupun bertanya kepada nenek “ kenapa kita berhenti di sini nek?”, dan dia menjawab “ nenek mau menunggu kakek kamu lewat”. Aku tidak mengerti maksud nenekku, bahkan boleh dikatakan bahwa aku bingung dengan maksud menunggu kakek lewat. Namun, tidak lama kemudian nenek menunjuk ke arah lampu merah pada saat ada motor yang melintas “itu kakek kamu sedang bersama wanita lain” terlihat muka yang sangat yakin saat dia mengatakan hal itu.

Sebagai anak kecil tentu aku tidak mencerna makna apapun dari kalimat nenekku itu. Yang aku tahu, aku hanya mengiyakan maksud perkataannya tanpa tahu apa yang sebenarnya dia ucapkan. Dan sekarang aku baru sadar bahwa dia rela mengorbankan hatinya untuk melihat sendiri dengan mata kepalanya kalau suaminya berselingkuh dengan perempuan lain.  
***
Sungguh, saat-saat terindah dalam hidupku mempunyai seorang nenek sepertinya. Oh Tuhan, sudah lama aku tidak merasakan cinta itu lagi, sungguh terlalu cepat Engkau mengambilnya dariku. Saat usiaku 6 tahun, nenekku meninggal. Aku teringat saat itu, saat dimana seharusnya aku pergi ke pekan seni untuk penampilan tari TK Bhayangkari. Hanya saja yang aku ingat, aku sudah berada di mobil yang melaju sangat cepat, bukan menuju pekan seni melainkan menuju rumah sakit. Ya nenekku kritis. Sesampainya di rumah sakit, mamaku menggendongku dan mendudukkanku di tempat tidur nenekku. Aku ingat sekali kata-kata mama saat menyuruhku membelai rambut nenekku “sayang, ayo elus-elus rambut nenek”. Aku mengelus-elus rambutnya, namun aku tetap tidak dapat merasakah bahwa dia ada di situ karena dia tidak merespon seperti biasanya. Dan tak lama, dokter menyuruh kami keluar dari ruangan. 

Setelah itu hanya tangisan yang aku ingat dan mamaku, pakdeku, kakek, tante, semua menangis dan memelukku. Mamaku menggendongku, namun tak lama pakdekulah yang menggendongku karena mamaku menangis sangat kencang. Pakdeku menatapku dan berkata “nenek sudah tidak ada lagi sekarang”. 


Aku ikut menangis mungkin aku merasa takut saat itu karena semua menangis atau apapun alasan aku menangis yang jelas aku belum begitu mengerti apa artinya nenek sudah tidak ada lagi sekarang? Bukankah dia sedang tidur di sana? Banyak pertanyaan yang tak bisa kudapatkan jawabannya pada saat itu karena tak ada satu orangpun yang benar-benar menjelaskan tentang apa yang sedang mereka tangisi sebenarnya dan apa maksud dari nenek sudah meninggal.



Di usia yang sekecil itu, 6 tahun aku sudah mengenal tiga kata yang kutemukan dalam keluargaku. Perceraian, perselingkuhan, dan kematian. What next ??? 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar